Sidang Lanjutan Kasus Korupsi E-KTP, Saksi Ahli Ungkap Potensi Kerugian Negara Lebih Besar
Sidang Lanjutan Kasus Korupsi E-KTP, Saksi Ahli Ungkap Potensi Kerugian Negara Lebih Besar Jakarta - Sidang lanjutan kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (E-KTP) kembali dige...
Sidang Lanjutan Kasus Korupsi E-KTP, Saksi Ahli Ungkap Potensi Kerugian Negara Lebih Besar
Jakarta - Sidang lanjutan kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (E-KTP) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, pada hari ini, Senin (2/2/2025). Dalam sidang tersebut, seorang saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan bahwa potensi kerugian negara akibat proyek tersebut diperkirakan jauh lebih besar dari perhitungan sebelumnya.
Saksi ahli, yang identitasnya dirahasiakan untuk alasan keamanan, menjelaskan di hadapan majelis hakim bahwa terdapat indikasi kuat terjadinya markup harga yang signifikan dalam berbagai komponen proyek E-KTP. Selain itu, saksi juga menyoroti adanya penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Dari hasil analisis yang kami lakukan, ditemukan adanya indikasi markup harga pada beberapa item pengadaan, seperti perangkat keras, perangkat lunak, dan biaya konsultasi. Markup ini sangat signifikan dan berpotensi merugikan keuangan negara dalam jumlah yang besar," ujar saksi ahli tersebut.
Lebih lanjut, saksi ahli menjelaskan bahwa penyimpangan dalam proses pengadaan juga menjadi faktor yang memperbesar potensi kerugian negara. Menurutnya, proses tender proyek E-KTP diduga tidak transparan dan akuntabel, sehingga membuka peluang terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
"Proses tender proyek E-KTP diduga tidak dilakukan secara terbuka dan kompetitif. Ada indikasi kuat adanya pengaturan pemenang tender yang mengarah pada perusahaan-perusahaan tertentu yang memiliki kedekatan dengan pihak-pihak yang berwenang," ungkapnya.
Menanggapi pernyataan saksi ahli, kuasa hukum terdakwa menyatakan keberatan atas kesaksian tersebut. Menurutnya, kesaksian saksi ahli tersebut bersifat subjektif dan tidak didukung oleh bukti-bukti yang kuat.
"Kami menilai bahwa kesaksian saksi ahli ini terlalu spekulatif dan tidak berdasarkan pada fakta yang sebenarnya. Kami akan mengajukan bantahan dan bukti-bukti yang membuktikan bahwa proyek E-KTP telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku," kata kuasa hukum terdakwa.
Ketua Majelis Hakim kemudian menanggapi keberatan kuasa hukum terdakwa dan menyatakan bahwa majelis hakim akan mempertimbangkan semua keterangan saksi dan bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan.
Sidang lanjutan kasus korupsi E-KTP ini menarik perhatian publik karena melibatkan sejumlah nama besar dalam pemerintahan dan politik. Proyek E-KTP yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik ini justru menjadi skandal korupsi yang merugikan negara ratusan miliar rupiah.
Kasus ini bermula pada tahun 2011, ketika pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meluncurkan proyek pengadaan E-KTP dengan anggaran mencapai Rp 5,9 triliun. Namun, dalam perjalanannya, proyek ini diduga terjadi praktik korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat Kemendagri, anggota DPR, dan pihak swasta.
Sejumlah pihak telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, termasuk mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Irman, dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri, Sugiharto. Selain itu, beberapa anggota DPR periode 2009-2014 juga diduga terlibat dalam kasus ini.
Kasus korupsi E-KTP ini menjadi salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia. Kasus ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga negara.
Persidangan kasus korupsi E-KTP ini diharapkan dapat mengungkap semua fakta dan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik korupsi tersebut. Selain itu, persidangan ini juga diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan. Sidang akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi lainnya.
Sumber: news.detik.com