Politik & Hukum 03 Jul 2025, 10:54

Sejarah Hari Ini: Kudeta Pertama di Indonesia 3 Juli 1946

Sejarah Hari Ini: Kudeta Pertama di Indonesia 3 Juli 1946, Upaya Penggulingan yang Gagal KOMPAS.com - Tepat pada tanggal 3 Juli 1946, atau 78 tahun silam, Indonesia menyaksikan sebuah peristiwa pentin...

Sejarah Hari Ini: Kudeta Pertama di Indonesia 3 Juli 1946, Upaya Penggulingan yang Gagal

KOMPAS.com - Tepat pada tanggal 3 Juli 1946, atau 78 tahun silam, Indonesia menyaksikan sebuah peristiwa penting dalam sejarahnya, yaitu kudeta pertama. Kudeta ini merupakan upaya penggulingan kekuasaan yang dilakukan oleh sekelompok tokoh yang tidak puas dengan arah perjuangan pemerintah dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru seumur jagung. Peristiwa ini terjadi hanya sekitar satu bulan sebelum peringatan satu tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Lantas, apa yang melatarbelakangi kudeta ini, siapa saja tokoh yang terlibat, dan bagaimana dampaknya terhadap perjalanan bangsa Indonesia?

Latar Belakang Kudeta 3 Juli 1946

Pada tahun 1946, Indonesia berada dalam situasi yang sangat genting. Setelah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia harus menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Belanda, yang ingin kembali menjajah Indonesia, terus melakukan agresi militer dan politik. Di sisi lain, kondisi ekonomi dan sosial dalam negeri juga belum stabil.

Dalam situasi yang serba sulit ini, muncul perbedaan pendapat di kalangan para pemimpin dan pejuang Indonesia mengenai strategi yang tepat untuk mempertahankan kemerdekaan. Perbedaan ini kemudian memicu polarisasi antara dua kelompok utama.

Kelompok pertama, yang dipimpin oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, memilih jalur diplomasi sebagai cara utama untuk menghadapi Belanda. Mereka didukung oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin. Kelompok ini berpendapat bahwa perundingan dengan Belanda adalah cara terbaik untuk mencapai pengakuan kemerdekaan secara internasional dan menghindari pertumpahan darah yang lebih besar.

Namun, kelompok kedua memiliki pandangan yang berbeda. Mereka menilai bahwa jalur diplomasi terlalu lunak dan hanya akan menguntungkan Belanda. Kelompok ini, yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Tan Malaka, Achmad Soebardjo, Sukarni, Iwa Kusuma Sumantri, dan Chaerul Saleh, lebih mendorong perjuangan bersenjata sebagai satu-satunya cara untuk mempertahankan kemerdekaan. Mereka percaya bahwa hanya dengan kekuatan militer, Indonesia dapat mengusir Belanda dari tanah air.

Persatuan Perjuangan dan Ketidakpuasan terhadap Sjahrir

Ketegangan antara kedua kubu ini semakin meningkat di pertengahan tahun 1946. Salah satu titik puncaknya adalah munculnya kelompok Persatuan Perjuangan (PP), sebuah wadah gabungan berbagai organisasi yang dipimpin oleh Tan Malaka. PP secara terbuka menentang kebijakan diplomasi yang dijalankan oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir.

PP berpendapat bahwa perundingan dengan Belanda hanya akan melemahkan semangat revolusi dan mengkhianati cita-cita kemerdekaan. Mereka menuntut agar pemerintah mengambil sikap yang lebih tegas dan konfrontatif terhadap Belanda. Ketidakpuasan PP terhadap Sjahrir semakin memuncak ketika pemerintah menyetujui Perjanjian Linggarjati pada November 1946, yang dianggap merugikan Indonesia.

Kudeta yang Gagal

Pada tanggal 3 Juli 1946, kelompok yang tidak puas dengan pemerintah melakukan upaya kudeta. Mereka menculik Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan beberapa tokoh penting lainnya. Tujuan dari kudeta ini adalah untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dan menggantinya dengan pemerintahan yang lebih radikal dan anti-diplomasi.

Namun, upaya kudeta ini gagal. Presiden Soekarno, dengan dukungan penuh dari TNI dan sebagian besar rakyat Indonesia, berhasil memadamkan pemberontakan tersebut. Para pemimpin kudeta, termasuk Tan Malaka, ditangkap dan diproses secara hukum. Sutan Sjahrir dan para tokoh yang diculik berhasil dibebaskan.

Dampak Kudeta 3 Juli 1946

Meskipun gagal, kudeta 3 Juli 1946 memiliki dampak yang signifikan terhadap perjalanan sejarah Indonesia. Pertama, peristiwa ini menunjukkan adanya perpecahan ideologis di kalangan para pemimpin dan pejuang Indonesia. Perpecahan ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan instabilitas politik pada masa awal kemerdekaan.

Kedua, kudeta ini memperkuat posisi Presiden Soekarno sebagai pemimpin yang disegani dan dihormati. Keberhasilan Soekarno dalam memadamkan kudeta menunjukkan kemampuannya dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Ketiga, kudeta ini juga berdampak pada kebijakan luar negeri Indonesia. Setelah kudeta, pemerintah Indonesia menjadi lebih berhati-hati dalam melakukan perundingan dengan Belanda. Pemerintah juga lebih fokus pada upaya memperkuat kekuatan militer untuk menghadapi kemungkinan agresi dari Belanda.

Kesimpulan

Kudeta 3 Juli 1946 merupakan sebuah peristiwa penting dalam sejarah Indonesia. Meskipun gagal, kudeta ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa dalam menghadapi tantangan. Peristiwa ini juga menunjukkan bahwa perbedaan pendapat dan ideologi dapat menjadi sumber konflik jika tidak dikelola dengan baik. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus belajar dari sejarah agar tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan.

Sumber: kompas.com