Politik & Hukum 16 Jun 2025, 06:28

RUU Pemilu: Revisi Mendadak di Parlemen Picu Debat Sengit Jelang Pilpres 2029

RUU Pemilu: Revisi Mendadak di Parlemen Picu Debat Sengit Jelang Pilpres 2029 Jakarta, Indonesia – Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu kembali menjadi sorotan tajam setelah diajukan kembali ke parlem...

RUU Pemilu: Revisi Mendadak di Parlemen Picu Debat Sengit Jelang Pilpres 2029

Jakarta, Indonesia – Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu kembali menjadi sorotan tajam setelah diajukan kembali ke parlemen. Langkah ini menuai kritik keras dari pihak oposisi dan pengamat politik yang menilai adanya potensi perubahan pasal-pasal krusial yang dapat menguntungkan partai penguasa menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029.

RUU Pemilu ini sebelumnya sempat menjadi perdebatan panjang di parlemen sebelum akhirnya ditarik kembali. Namun, kembalinya RUU ini dengan beberapa perubahan signifikan memicu kekhawatiran akan independensi dan netralitas penyelenggaraan pemilu di masa depan.

"Kami sangat menyayangkan langkah pemerintah dan partai penguasa yang kembali mengajukan RUU Pemilu ini. Perubahan yang dilakukan terkesan terburu-buru dan tidak transparan," ujar salah satu anggota oposisi di parlemen.

Salah satu poin krusial yang menjadi sorotan adalah perubahan terkait dengan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Beberapa kalangan khawatir bahwa perubahan ini dapat membatasi jumlah partai politik yang dapat lolos ke parlemen, sehingga mempersempit representasi suara rakyat.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr. Arya Wirawan, menilai bahwa revisi RUU Pemilu ini menunjukkan adanya upaya dari pihak penguasa untuk mengamankan posisi mereka menjelang Pilpres 2029. "Perubahan aturan pemilu yang dilakukan menjelang pemilihan umum selalu menimbulkan kecurigaan. Apalagi jika perubahan tersebut terkesan mendadak dan tidak melibatkan partisipasi publik yang luas," katanya.

Selain ambang batas parlemen, isu lain yang menjadi perdebatan adalah terkait dengan sistem pemilu yang akan digunakan. Beberapa pihak mendorong agar sistem pemilu proporsional terbuka tetap dipertahankan, sementara pihak lain mengusulkan untuk kembali ke sistem proporsional tertutup.

Sistem proporsional terbuka memungkinkan pemilih untuk memilih langsung calon anggota legislatif yang mereka inginkan, sementara sistem proporsional tertutup memberikan kewenangan kepada partai politik untuk menentukan urutan calon yang akan terpilih.

"Kami berpendapat bahwa sistem proporsional terbuka lebih demokratis karena memberikan keleluasaan kepada pemilih untuk menentukan wakil mereka di parlemen," ujar perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih.

Menanggapi kritik tersebut, juru bicara pemerintah membantah tudingan bahwa revisi RUU Pemilu ini bertujuan untuk menguntungkan pihak penguasa. Ia menegaskan bahwa perubahan yang dilakukan semata-mata bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemilu.

"Pemerintah berkomitmen untuk menyelenggarakan pemilu yang jujur, adil, dan transparan. Revisi RUU Pemilu ini merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas," ujarnya.

Namun, pernyataan pemerintah ini tidak serta merta meredakan kekhawatiran dari pihak oposisi dan masyarakat sipil. Mereka tetap menuntut agar proses pembahasan RUU Pemilu dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi publik yang luas.

"Kami akan terus mengawal proses pembahasan RUU Pemilu ini dan memastikan bahwa perubahan yang dilakukan tidak merugikan kepentingan demokrasi dan hak-hak konstitusional warga negara," tegas salah satu aktivis dari gerakan pro-demokrasi.

Saat ini, RUU Pemilu masih dalam tahap pembahasan di parlemen. Proses pembahasan ini diperkirakan akan berlangsung sengit dan memakan waktu yang cukup lama. Publik pun menantikan hasil akhir dari pembahasan RUU ini, yang akan menentukan arah demokrasi Indonesia dalam beberapa tahun mendatang.

Sumber: news.detik.com