Politik & Hukum 16 Jun 2025, 04:18

RUU Pemilu 2025: Konsensus Partai Terancam Bubar di Tengah Perdebatan Isu Ambang Batas Parlemen

RUU Pemilu 2025: Konsensus Partai Terancam Bubar di Tengah Perdebatan Isu Ambang Batas Parlemen Jakarta, Indonesia - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu 2025 memasuki babak krusial dengan...

RUU Pemilu 2025: Konsensus Partai Terancam Bubar di Tengah Perdebatan Isu Ambang Batas Parlemen

Jakarta, Indonesia - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu 2025 memasuki babak krusial dengan perbedaan pandangan yang semakin tajam antar partai politik mengenai ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Perdebatan sengit mengenai isu ini mengancam konsensus yang sebelumnya telah dibangun, dan berpotensi menghambat kelancaran proses legislasi RUU tersebut.

Perbedaan pendapat yang mencolok terlihat antara partai-partai besar yang cenderung ingin mempertahankan angka ambang batas parlemen yang tinggi, dengan alasan untuk menjaga stabilitas sistem kepartaian dan efektivitas pemerintahan. Di sisi lain, partai-partai menengah dan kecil dengan gigih menolak usulan tersebut, dengan alasan bahwa ambang batas yang tinggi akan menghalangi representasi suara rakyat dan membatasi kesempatan mereka untuk berkontribusi dalam proses legislasi.

"Kami memahami pentingnya stabilitas, tetapi ambang batas yang terlalu tinggi akan membungkam suara rakyat yang memilih partai-partai kecil. Ini tidak adil dan tidak demokratis," ujar seorang perwakilan dari salah satu partai menengah yang enggan disebutkan namanya, Rabu (5/2/2025).

Isu ambang batas parlemen memang menjadi salah satu poin krusial dalam pembahasan RUU Pemilu 2025. Ambang batas parlemen sendiri merupakan persentase minimal suara yang harus diperoleh sebuah partai politik dalam pemilihan umum agar dapat memperoleh kursi di parlemen. Angka ambang batas ini memiliki dampak signifikan terhadap peta politik dan konfigurasi kekuatan di parlemen.

Partai-partai besar berpendapat bahwa ambang batas yang tinggi akan mendorong konsolidasi partai politik, mengurangi fragmentasi di parlemen, dan menghasilkan pemerintahan yang lebih stabil. Mereka juga berargumen bahwa partai-partai yang tidak mampu memenuhi ambang batas tersebut sebaiknya melakukan fusi atau bergabung dengan partai lain yang lebih besar.

Namun, partai-partai menengah dan kecil berpendapat bahwa ambang batas yang tinggi akan menghalangi mereka untuk bersaing secara adil dalam pemilu dan membatasi representasi suara pemilih mereka di parlemen. Mereka juga berpendapat bahwa ambang batas yang tinggi dapat memicu apatisme politik dan mengurangi partisipasi masyarakat dalam pemilu.

"Kami tidak ingin suara rakyat yang memilih partai kami hilang begitu saja karena ambang batas yang tidak masuk akal. Setiap suara harus dihargai dan diwakili di parlemen," tegas seorang perwakilan dari salah satu partai kecil.

Selain isu ambang batas parlemen, RUU Pemilu 2025 juga mencakup sejumlah isu penting lainnya, seperti sistem pemilihan, daerah pemilihan, pendanaan partai politik, dan penyelesaian sengketa pemilu. Namun, perdebatan mengenai ambang batas parlemen menjadi isu yang paling menonjol dan berpotensi memecah belah konsensus antar partai politik.

Saat ini, pembahasan RUU Pemilu 2025 masih terus berlanjut di tingkat panitia khusus (pansus) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemerintah dan DPR diharapkan dapat mencari solusi yang kompromistis dan mengakomodasi kepentingan semua pihak, sehingga RUU Pemilu 2025 dapat disahkan tepat waktu dan menghasilkan pemilu yang lebih berkualitas dan demokratis.

"Kami berharap semua pihak dapat mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Pemilu adalah sarana untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat yang terbaik, dan RUU Pemilu harus dirancang untuk memastikan proses tersebut berjalan dengan adil, transparan, dan akuntabel," kata seorang pengamat politik.

RUU Pemilu 2025 diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan Pemilu 2025 yang berkualitas dan demokratis. Namun, perbedaan pandangan yang tajam mengenai isu ambang batas parlemen menjadi tantangan serius yang harus segera diatasi agar konsensus antar partai politik tidak bubar dan proses legislasi RUU tersebut dapat berjalan lancar.

Sumber: news.detik.com