Sosial & Budaya 14 Jul 2025, 16:57

Politikus PDI-P Ini Minta Hari Kebudayaan Tak Dikaitkan dengan Hari Lahir Prabowo

Politikus PDI-P Ini Minta Hari Kebudayaan Tak Dikaitkan dengan Hari Lahir Prabowo JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus PDI Perjuangan, Aria Bima, meminta agar penetapan Hari Kebudayaan pada 17 Oktober 2025...

Politikus PDI-P Ini Minta Hari Kebudayaan Tak Dikaitkan dengan Hari Lahir Prabowo

JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus PDI Perjuangan, Aria Bima, meminta agar penetapan Hari Kebudayaan pada 17 Oktober 2025 tidak direduksi atau disederhanakan hanya karena bertepatan dengan hari lahir Presiden Prabowo Subianto. Pernyataan ini muncul setelah Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Kebudayaan Nasional (HKN) melalui Surat Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025 yang ditandatangani pada 7 Juli 2025. Penetapan ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara.

Aria Bima menyampaikan apresiasinya terhadap penetapan Hari Kebudayaan tersebut dan meminta semua pihak untuk menyambutnya dengan baik. "Mari Hari Kebudayaan itu kita sambut baik. Saya mengapresiasi Pak Fadli Zon. Jangan disimplikasi, jangan terlalu dikecilkan, dikerdilkan dengan hal yang terkait dengan persamaan dengan hari lahirnya Pak Prabowo," ujarnya di Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).

Sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR, Aria Bima berpendapat bahwa Presiden Prabowo juga tidak akan senang jika hari ulang tahunnya sengaja dikaitkan dengan sesuatu yang monumental. Ia meyakini bahwa Prabowo sebagai seorang negarawan tidak ingin pembahasan mengenai kebudayaan dianalogikan dengan hari kelahirannya.

"Saya kira Pak Prabowo juga tidak akan suka kalau hari kelahirannya kemudian dijadikan sebagai satu hal yang monumental seperti Hari Kebudayaan," tambahnya.

Aria Bima juga menyoroti bahwa penetapan Hari Kebudayaan di era kepemimpinan Prabowo menunjukkan perhatian yang besar terhadap kebudayaan. Menurutnya, negara tidak hanya fokus pada persoalan politik dan ekonomi, tetapi juga pada pelestarian dan pengembangan budaya.

"Saya berharap Indonesia dengan Hari Kebudayaan itu adalah sesuatu yang membuat kita menjadi bangga dengan berbagai peradaban yang dilahirkan oleh para leluhur kita dan para tokoh-tokoh sebelumnya," tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menjelaskan alasan pemilihan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional. Menurutnya, pemilihan tanggal tersebut didasarkan pada pertimbangan kebangsaan yang mendalam, merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo pada 17 Oktober 1951.

"Tanggal 17 Oktober dipilih berdasarkan pertimbangan kebangsaan yang mendalam, merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo pada 17 Oktober 1951," ujar Fadli Zon kepada Kompas.com, Senin (14/7/2025).

Fadli Zon juga menambahkan bahwa penetapan Hari Kebudayaan Nasional bertujuan untuk memperkuat kesadaran kolektif bangsa Indonesia tentang pentingnya pelestarian, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Dalam PP 66/1951, diatur mengenai semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian integral dari identitas bangsa. Fadli Zon menekankan bahwa Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya sekadar semboyan, tetapi juga filosofi hidup bangsa Indonesia yang mencerminkan kekayaan budaya, toleransi, dan persatuan dalam keberagaman.

"Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar semboyan, tetapi filosofi hidup bangsa Indonesia yang mencerminkan kekayaan budaya, toleransi, dan persatuan dalam keberagaman," jelasnya.

Dengan ditetapkannya Hari Kebudayaan Nasional, diharapkan seluruh elemen masyarakat dapat lebih menghargai dan melestarikan warisan budaya Indonesia. Selain itu, momentum ini diharapkan dapat menjadi pengingat akan pentingnya kebudayaan dalam membentuk identitas bangsa dan mempererat persatuan di tengah keberagaman. Pernyataan Aria Bima menjadi refleksi atas pentingnya menjaga fokus perayaan Hari Kebudayaan pada esensi kebudayaan itu sendiri, tanpa terdistraksi oleh isu-isu personal atau politis yang mungkin muncul.

Sumber: nasional.kompas.com