Polemik Jabatan Presiden Tiga Periode Kembali Mencuat, MK Diminta Beri Penjelasan
Polemik Jabatan Presiden Tiga Periode Kembali Mencuat, MK Diminta Beri Penjelasan JAKARTA, KOMPAS.com – Wacana tentang kemungkinan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) untuk memperpanjang mas...
Polemik Jabatan Presiden Tiga Periode Kembali Mencuat, MK Diminta Beri Penjelasan
JAKARTA, KOMPAS.com – Wacana tentang kemungkinan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode kembali mencuat ke permukaan. Isu ini menimbulkan perdebatan sengit di berbagai kalangan, dengan sebagian pihak mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memberikan klarifikasi terkait interpretasi pasal yang mengatur masa jabatan presiden.
Perdebatan ini muncul di tengah persiapan menuju pemilihan presiden (Pilpres) mendatang, di mana sejumlah tokoh politik dan masyarakat sipil menyuarakan kekhawatiran terkait potensi penyalahgunaan kekuasaan jika masa jabatan presiden diperpanjang. Mereka berpendapat bahwa pembatasan masa jabatan presiden merupakan salah satu pilar penting dalam menjaga demokrasi dan mencegah terjadinya pemerintahan yang otoriter.
Desakan agar MK memberikan penjelasan terkait interpretasi pasal yang mengatur masa jabatan presiden juga semakin menguat. Beberapa ahli hukum tata negara berpendapat bahwa MK memiliki kewenangan untuk memberikan penafsiran yangFinal dan mengikat terkait konstitusi, termasuk pasal-pasal yang mengatur tentang masa jabatan presiden.
"Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kepastian hukum terkait isu ini," ujar seorang ahli hukum tata negara yang enggan disebutkan namanya, Sabtu (14/6/2025). "Penjelasan dari MK akan membantu meredakan polemik dan memberikan panduan yang jelas bagi semua pihak."
Namun, wacana amandemen UUD 1945 untuk memperpanjang masa jabatan presiden juga mendapatkan dukungan dari sebagian kalangan. Mereka berpendapat bahwa perpanjangan masa jabatan presiden dapat memberikan stabilitas politik dan memungkinkan pemerintah untuk melanjutkan program-program pembangunan yang telah berjalan.
"Dalam situasi global yang penuh tantangan, stabilitas politik sangat penting untuk menjaga keberlangsungan pembangunan," kata seorang pengamat politik. "Perpanjangan masa jabatan presiden dapat memberikan kepastian bagi investor dan pelaku ekonomi lainnya."
Meskipun demikian, pihak-pihak yang menentang wacana ini tetap bersikukuh bahwa pembatasan masa jabatan presiden adalah harga mati yang tidak boleh ditawar. Mereka khawatir bahwa perpanjangan masa jabatan presiden dapat membuka pintu bagi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merugikan negara dan masyarakat.
"Kita harus belajar dari pengalaman masa lalu di mana kekuasaan yang terlalu lama dipegang oleh satu orang dapat menimbulkan berbagai masalah," tegas seorang aktivis antikorupsi. "Pembatasan masa jabatan presiden adalah mekanisme penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan."
Hingga saat ini, MK belum memberikan tanggapan resmi terkait desakan untuk memberikan penjelasan mengenai interpretasi pasal yang mengatur masa jabatan presiden. Namun, isu ini diperkirakan akan terus menjadi perdebatan hangat di berbagai kalangan, terutama menjelang Pilpres mendatang.
Polemik ini juga menjadi ujian bagi kematangan demokrasi di Indonesia. Semua pihak diharapkan dapat berpartisipasi dalam perdebatan ini secara конструктив dan bertanggung jawab, dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Sebagai penutup, penting untuk diingat bahwa konstitusi merupakan landasan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap upaya untuk mengubah konstitusi harus dilakukan secara hati-hati dan transparan, dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat.
Sumber: republika.co.id