Ekonomi & Bisnis 16 Jun 2025, 00:51

Penyebab Kurs Rupiah Hari Ini Jeblok ke 16.859 per Dolar AS

Rupiah Terpuruk ke Level Rp 16.859 per Dolar AS, Ini Penyebabnya Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami tekanan pada perdagangan Selasa, 22 April 2025. Mata...

Rupiah Terpuruk ke Level Rp 16.859 per Dolar AS, Ini Penyebabnya

Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami tekanan pada perdagangan Selasa, 22 April 2025. Mata uang Garuda ditutup melemah di level Rp 16.859,5 per dolar AS, atau merosot 25 poin dibandingkan penutupan sebelumnya yang berada di posisi Rp 16.806,5 per dolar AS. Pelemahan ini terjadi di tengah kekhawatiran pasar terhadap kebijakan moneter AS dan proyeksi penurunan surplus neraca perdagangan Indonesia akibat dampak tarif yang diterapkan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump.

Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, memprediksi bahwa rupiah masih akan fluktuatif pada perdagangan esok hari, dengan potensi ditutup melemah di rentang Rp 16.840 hingga Rp 16.900 per dolar AS.

"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.840 - 16.900," ujar Ibrahim dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 22 April 2025.

Ibrahim menjelaskan, pelemahan rupiah kali ini dipicu oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kekhawatiran pasar terhadap kebijakan moneter AS, menyusul pernyataan mantan Presiden Donald Trump yang berencana untuk merombak Federal Reserve (The Fed). Pernyataan ini menimbulkan spekulasi mengenai arah kebijakan suku bunga AS ke depan dan dampaknya terhadap pasar keuangan global, termasuk Indonesia.

"Pasar juga kembali kecewa dipicu oleh kekhawatiran seputar kebijakan moneter AS, setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencana untuk merombak Federal Reserve," ungkap Ibrahim.

Selain faktor eksternal, Ibrahim juga menyoroti faktor internal yang turut membebani rupiah, yaitu proyeksi penurunan surplus neraca perdagangan Indonesia. Meskipun neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebesar US$ 4,33 miliar pada Maret 2025, para ekonom memproyeksikan bahwa surplus ini akan menyusut secara bertahap sepanjang tahun ini. Hal ini disebabkan oleh dampak tarif yang diterapkan oleh Trump terhadap mitra dagang utama Indonesia, seperti Cina, AS, dan Uni Eropa.

"Neraca perdagangan Indonesia ke depan masih diliputi ketidakpastian terutama akibat meningkatnya risiko pelemahan permintaan ekspor dan pergeseran permintaan domestik. Alasannya, terjadi eskalasi perang dagang akibat penerapan tarif resiprokal oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada para mitra dagangnya termasuk Indonesia," jelas Ibrahim.

Tarif Trump tersebut berpotensi menyebabkan penurunan permintaan dari mitra dagang utama Indonesia, yang pada gilirannya akan menurunkan volume ekspor, khususnya di sektor manufaktur dan yang berbasis sumber daya alam. Selain itu, fluktuasi harga energi dan mineral global juga dapat mempengaruhi nilai ekspor Indonesia.

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus perdagangan Indonesia pada Maret 2025 sebesar US$ 4,33 miliar, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 3,12 miliar. Secara kumulatif, neraca perdagangan selama Januari hingga Maret 2025 mencapai US$ 10,92 miliar. Indonesia telah mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

Meskipun demikian, surplus neraca perdagangan ini belum mampu menahan laju pelemahan rupiah. Sentimen negatif dari eksternal, terutama terkait kebijakan moneter AS dan dampak tarif Trump, masih menjadi faktor dominan yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.

Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terus berupaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui berbagai kebijakan, termasuk intervensi di pasar valuta asing dan koordinasi dengan pihak terkait. Namun, efektivitas kebijakan tersebut sangat bergantung pada kondisi global dan kemampuan Indonesia untuk menjaga daya saing ekspornya di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Pelemahan rupiah ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan pelaku ekonomi. Pasalnya, pelemahan rupiah dapat berdampak negatif terhadap berbagai sektor, seperti peningkatan biaya impor, inflasi, dan beban utang luar negeri. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis dan komprehensif untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memitigasi dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.

Sumber: tempo.co