Kesehatan 10 Jun 2025, 00:11

Penelitian Terbaru: Polusi Udara Jakarta Tingkatkan Risiko Penyakit Pernapasan pada Anak-Anak

Penolakan dan Dukungan Warnai Rencana Jalan Berbayar di Jakarta: Efektifkah Atasi Kemacetan? Jakarta, Indonesia – Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menerapkan jalan berbayar elek...

Penolakan dan Dukungan Warnai Rencana Jalan Berbayar di Jakarta: Efektifkah Atasi Kemacetan?

Jakarta, Indonesia – Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menerapkan jalan berbayar elektronik (JBE) di 18 koridor jalan protokol menuai beragam reaksi dari warga. Kebijakan ini, yang bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan mendorong penggunaan transportasi umum, dinilai sebagian kalangan tidak efektif dan memberatkan masyarakat kecil.

Pemprov DKI Jakarta berencana menerapkan JBE di 18 koridor jalan sepanjang 174,04 kilometer. Kebijakan ini akan berlaku untuk semua jenis kendaraan, mulai dari sepeda motor, mobil, hingga truk. Tarif yang dikenakan berkisar antara Rp5.000 hingga Rp19.000.

Ihsan (39), seorang pengemudi ojek online, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak tarif JBE terhadap pendapatannya. "Kalau Rp5 ribu berat juga sih buat rakyat kecil. Kalau berkali-kali lewat kan, nganter ya sampai 20 ribu, kalau tiga sampai empat kali," ujarnya saat ditemui di kawasan Pejaten Raya, Jakarta Selatan, Jumat (17/12). Dengan penghasilan sekitar Rp9.600 per perjalanan, ia merasa tarif JBE akan mengurangi pendapatannya secara signifikan. Ihsan lebih menyarankan agar pemerintah meningkatkan kualitas dan kuantitas transportasi umum. "Mendingan kayak gitu transportasi ditingkatin, diperbanyak atau gimana," tambahnya.

Adi (43), warga Ragunan, mempertanyakan rencana pembangunan koridor JBE. Ia khawatir jika koridor tersebut dibangun di jalan protokol yang sudah ada, hal itu justru akan memperparah kemacetan. "Apakah tidak akan membuat beban kemacetan lagi di jalan? Sekarang nggak usah jauh-jauh, adanya busway itu sudah memakan badan jalan," kata Adi yang ditemui di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan. Ia juga merasa keberatan jika harus membayar lagi untuk melintasi jalan yang dibangun menggunakan pajak masyarakat. "Dia harus bikin jalan sendiri tidak dengan jalan umum, artinya jalan Ampera ini sudah jalan umum, yang lewat sini pun orang-orang yang membayar pajak," ujarnya. Adi menekankan pentingnya memikirkan ulang rencana ini agar tidak menimbulkan masalah baru. "Harus dipikirkan ulang sih yang kayak gitu. Karena intinya jangan sampai kita menyelesaikan masalah, akhirnya timbul masalah baru," tegasnya.

Marzuki (43), seorang petugas keamanan di Jalan Ampera Raya, juga meragukan efektivitas JBE. Menurutnya, Transjakarta sebagai transportasi umum andalan masih sering terjebak macet, sehingga tidak serta merta membuat warga beralih dari kendaraan pribadi. "Saya bilang kurang efektif. Ya karena lihat saja sekarang transportasi umum kadang masih kena macet, kadang bejubel itu kan. Kayak TJ sering kejebak. Kalau buat efektifnya saya bilang, enggak akan bisa," kata Marzuki. Ia menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta meningkatkan fasilitas jalan dan transportasi umum terlebih dahulu, seperti mengatasi kemacetan di persimpangan dan putar balik.

Namun, tidak semua warga menolak rencana JBE. Yuni Zara (23), seorang pegawai swasta, menilai kebijakan ini bisa efektif meningkatkan minat masyarakat terhadap transportasi umum. "Bisa jadi mereka [pengguna kendaraan pribadi] juga 'ah ngapain ngeluarin uang mending naik transportasi umum'," kata Yuni saat ditemui di halte Jalan Raya Ragunan, Jakarta Selatan. Menurutnya, kualitas transportasi umum di Jakarta saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, dan adanya program Jak Lingko juga memudahkan mobilitas warga.

Rencana penerapan JBE ini masih dalam tahap pembahasan dan sosialisasi. Pemprov DKI Jakarta perlu mempertimbangkan berbagai masukan dari masyarakat dan melakukan kajian mendalam mengenai dampaknya, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Keberhasilan JBE sebagai solusi kemacetan Jakarta akan sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur, kualitas transportasi umum, dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat.

Sumber: cnnindonesia.com