Opini: Tantangan Urbanisasi di Era Otonomi Daerah - Perspektif Pembangunan Kota Berkelanjutan
Opini: Tantangan Urbanisasi di Era Otonomi Daerah - Perspektif Pembangunan Kota Berkelanjutan Urbanisasi di Indonesia, khususnya sejak era otonomi daerah, menghadirkan tantangan kompleks bagi pembangu...
Opini: Tantangan Urbanisasi di Era Otonomi Daerah - Perspektif Pembangunan Kota Berkelanjutan
Urbanisasi di Indonesia, khususnya sejak era otonomi daerah, menghadirkan tantangan kompleks bagi pembangunan kota berkelanjutan. Perpindahan penduduk dari desa ke kota terus meningkat, memicu berbagai permasalahan seperti kepadatan penduduk, kemacetan, polusi, dan ketimpangan sosial. Bagaimana seharusnya kita menyikapi fenomena ini?
Otonomi daerah, yang memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah, seharusnya menjadi momentum untuk perencanaan dan pengelolaan kota yang lebih baik. Namun, dalam praktiknya, tidak semua daerah siap menghadapi gelombang urbanisasi ini. Banyak kota yang belum memiliki infrastruktur yang memadai, regulasi yang jelas, serta sumber daya manusia yang kompeten untuk mengelola pertumbuhan kota secara berkelanjutan.
Salah satu tantangan utama adalah penyediaan perumahan yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Keterbatasan lahan, harga tanah yang melambung tinggi, serta minimnya dukungan pemerintah dalam penyediaan perumahan sosial, menyebabkan banyak warga terpaksa tinggal di permukiman kumuh atau pinggiran kota. Hal ini tidak hanya berdampak pada kualitas hidup mereka, tetapi juga menimbulkan masalah sosial dan lingkungan.
Selain itu, sistem transportasi yang tidak efisien juga menjadi masalah klasik di banyak kota besar. Kemacetan lalu lintas tidak hanya membuang waktu dan energi, tetapi juga meningkatkan polusi udara dan emisi gas rumah kaca. Investasi pada transportasi publik yang terintegrasi, seperti bus rapid transit (BRT), kereta api ringan (LRT), atau mass rapid transit (MRT), menjadi solusi mendesak untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan meningkatkan mobilitas penduduk.
Pembangunan kota berkelanjutan juga harus memperhatikan aspek lingkungan. Ruang terbuka hijau, seperti taman kota dan hutan kota, memiliki peran penting dalam menjaga kualitas udara, mengurangi dampak perubahan iklim, serta menyediakan ruang rekreasi bagi masyarakat. Pengelolaan sampah yang efektif, penggunaan energi terbarukan, serta konservasi air juga menjadi bagian penting dari upaya menciptakan kota yang lebih hijau dan ramah lingkungan.
Namun, pembangunan kota berkelanjutan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Partisipasi aktif dari masyarakat, sektor swasta, serta organisasi non-pemerintah juga sangat dibutuhkan. Pemerintah daerah perlu membuka ruang dialog dan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk merumuskan kebijakan dan program pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Sebagai contoh, program Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan swasta dapat diarahkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur publik, peningkatan kualitas pendidikan, atau pemberdayaan masyarakat lokal. Sementara itu, organisasi non-pemerintah dapat berperan dalam memberikan pelatihan, pendampingan, atau advokasi kepada masyarakat marginal.
Selain itu, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) juga dapat menjadi solusi inovatif dalam pengelolaan kota. Aplikasi berbasis smartphone dapat digunakan untuk memantau kualitas udara, melaporkan kerusakan infrastruktur, atau memberikan informasi tentang layanan publik. Sistem big data dan analisis spasial dapat digunakan untuk perencanaan kota yang lebih akurat dan efisien.
Pemerintah pusat juga memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan kota berkelanjutan di era otonomi daerah. Dukungan tersebut dapat berupa pemberian insentif fiskal, bantuan teknis, atau penyusunan regulasi yang harmonis dengan kepentingan daerah. Koordinasi antar kementerian dan lembaga juga perlu ditingkatkan untuk menghindari tumpang tindih kebijakan dan program pembangunan.
Menanggapi isu penanganan sampah, Presiden terpilih Prabowo Subianto bahkan telah menginstruksikan penanganan sampah dari hulu ke hilir selesai pada tahun 2029. Hal ini menunjukkan komitmen yang kuat dari pemerintah pusat untuk mengatasi permasalahan lingkungan perkotaan.
Pembangunan kota berkelanjutan di era otonomi daerah bukanlah tugas yang mudah. Namun, dengan perencanaan yang matang, investasi yang tepat, partisipasi aktif dari semua pihak, serta dukungan dari pemerintah pusat, kita dapat menciptakan kota-kota yang lebih layak huni, berdaya saing, dan berkelanjutan untuk generasi mendatang. Tantangan urbanisasi harus dilihat sebagai peluang untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.
Sumber: nasional.tempo.co