Opini & Editorial 17 Jun 2025, 05:39

Opini Rocky Gerung: Demokrasi Digital dan Tantangan Disinformasi

Opini Rocky Gerung: Demokrasi Digital dan Tantangan Disinformasi JAKARTA, Indonesia – Dalam opini terbarunya, pengamat politik Rocky Gerung menyoroti tantangan disinformasi yang semakin merajalela di...

Opini Rocky Gerung: Demokrasi Digital dan Tantangan Disinformasi

JAKARTA, Indonesia – Dalam opini terbarunya, pengamat politik Rocky Gerung menyoroti tantangan disinformasi yang semakin merajalela di era demokrasi digital. Opini ini muncul di tengah kekhawatiran global tentang dampak disinformasi terhadap polarisasi politik dan kebebasan berpendapat.

Rocky Gerung, seorang filsuf dan intelektual publik yang dikenal karena pandangannya yang kritis, menekankan bahwa kemudahan akses informasi melalui platform digital telah membuka pintu bagi penyebaran berita palsu, propaganda, dan ujaran kebencian. Menurutnya, hal ini mengancam fondasi demokrasi yang sehat, di mana warga negara harus dapat membuat keputusan berdasarkan informasi yang akurat dan terpercaya.

"Demokrasi digital seharusnya menjadi ruang bagi pertukaran ide yang bebas dan rasional. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Kita menyaksikan banjir disinformasi yang membanjiri ruang publik, membuat masyarakat sulit membedakan antara fakta dan fiksi," ujar Rocky Gerung dalam opininya.

Rocky Gerung juga menyoroti peran algoritma media sosial dalam memperparah masalah disinformasi. Algoritma yang dirancang untuk memaksimalkan keterlibatan pengguna sering kali memprioritaskan konten yang kontroversial atau emosional, tanpa memperhatikan keakuratan atau kebenarannya. Hal ini dapat menciptakan "ruang gema" di mana orang hanya terpapar pada informasi yang mengkonfirmasi keyakinan mereka yang ada, sehingga memperkuat polarisasi politik.

"Algoritma media sosial adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, mereka dapat membantu menyebarkan informasi penting dan memobilisasi dukungan untuk isu-isu sosial. Namun, di sisi lain, mereka juga dapat digunakan untuk menyebarkan disinformasi dan memanipulasi opini publik," kata Rocky Gerung.

Selain itu, Rocky Gerung juga menyoroti tantangan dalam mengatasi disinformasi di era digital. Ia mencatat bahwa pendekatan tradisional seperti verifikasi fakta dan literasi media mungkin tidak cukup untuk mengatasi laju dan skala penyebaran disinformasi. Menurutnya, diperlukan pendekatan yang lebih inovatif dan kolaboratif, yang melibatkan pemerintah, platform media sosial, organisasi masyarakat sipil, dan individu.

"Kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah atau platform media sosial untuk menyelesaikan masalah disinformasi. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memverifikasi informasi sebelum membagikannya, dan untuk melaporkan konten yang menyesatkan atau berbahaya," tegas Rocky Gerung.

Rocky Gerung juga menyerukan perlunya regulasi yang lebih ketat terhadap platform media sosial untuk mencegah penyebaran disinformasi. Ia menekankan bahwa regulasi harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak melanggar kebebasan berpendapat atau menghambat inovasi.

"Regulasi media sosial adalah isu yang kompleks. Kita perlu menemukan keseimbangan antara melindungi kebebasan berpendapat dan mencegah penyebaran disinformasi," kata Rocky Gerung.

Dalam kesimpulannya, Rocky Gerung menekankan bahwa mengatasi tantangan disinformasi di era demokrasi digital adalah tugas yang mendesak dan berkelanjutan. Ia menyerukan semua pihak untuk bekerja sama untuk menciptakan ruang digital yang lebih sehat dan terpercaya, di mana warga negara dapat mengakses informasi yang akurat dan membuat keputusan yang tepat.

"Masa depan demokrasi kita bergantung pada kemampuan kita untuk mengatasi tantangan disinformasi. Mari kita bekerja sama untuk menciptakan ruang digital yang lebih baik bagi kita semua," pungkas Rocky Gerung.

Sumber: news.detik.com