Opini Budi Sudarsono: Menakar Efektivitas Kebijakan Fiskal di Era Digital
Opini Budi Sudarsono: Menakar Efektivitas Kebijakan Fiskal di Era Digital Jakarta, Indonesia – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, ekonom Budi Sudarsono menyoroti perlunya adaptasi kebi...
Opini Budi Sudarsono: Menakar Efektivitas Kebijakan Fiskal di Era Digital
Jakarta, Indonesia – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, ekonom Budi Sudarsono menyoroti perlunya adaptasi kebijakan fiskal pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Analisis ini muncul seiring dengan pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2024 yang mencapai 5,03%.
Pertumbuhan ekonomi ini, meski positif, menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan angka 5,05% pada tahun 2023. Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa angka tersebut merupakan hasil perhitungan kumulatif dari kuartal I hingga IV tahun 2024.
"Secara akumulatif, ekonomi Indonesia pada 2024 tumbuh sebesar 5,03%," ujar Amalia dalam konferensi pers di kantornya pada Rabu (5/2/2025).
Detail Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV-2024
Berdasarkan data BPS, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada triwulan IV-2024 mencapai Rp 5.674,9 triliun atas dasar harga berlaku, dan Rp 3.296,7 triliun atas dasar harga konstan. Secara year-on-year, ekonomi Indonesia tumbuh 5,02% dibandingkan triwulan IV-2023. Sementara itu, jika dibandingkan dengan triwulan III-2024 (quarter-to-quarter), pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 0,53%.
Amalia menjelaskan bahwa pertumbuhan kuartalan sebesar 0,53% di triwulan IV-2024 sejalan dengan pola musiman yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, di mana pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV cenderung lebih rendah dibandingkan triwulan III.
"Secara year-on-year, ekonomi triwulan IV-2024 tumbuh 5,02% dibandingkan triwulan yang sama di tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini sedikit lebih rendah jika dibandingkan triwulan IV-2023 yang tumbuh sebesar 5,04%," tambahnya.
Faktor Pendorong dan Penahan Pertumbuhan
BPS juga mencatat beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2024. Di sisi domestik, aktivitas produksi yang tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI) Bank Indonesia (BI) berada di zona ekspansif, yaitu sebesar 51,58%. Kapasitas produksi terpakai tercatat sebesar 72,91%.
Namun, terdapat kontraksi pada produksi semen sebesar 4,83% secara year-on-year, meskipun secara kumulatif tumbuh 1,29%. Di sisi lain, penjualan listrik tumbuh 3,63% year-on-year dan secara akumulatif tumbuh 6,17%, terutama didorong oleh konsumsi listrik rumah tangga.
Mobilitas masyarakat juga mengalami peningkatan, yang diindikasikan oleh peningkatan jumlah penumpang untuk seluruh moda transportasi, jumlah perjalanan wisatawan nusantara dan mancanegara, serta adanya momen Natal dan tahun baru yang mendorong peningkatan mobilitas penduduk serta aktivitas ekonomi lainnya.
Realisasi investasi dalam negeri dan asing pada kuartal IV-2024 tumbuh 23,8% secara year-on-year. Impor barang modal juga tumbuh menguat, baik secara year-on-year maupun quarter-to-quarter. Namun, belanja barang modal pemerintah terkontraksi secara year-on-year, tetapi tumbuh positif secara quarter-to-quarter.
Perbandingan dengan Negara Mitra Dagang
Amalia juga memaparkan pertumbuhan ekonomi beberapa negara mitra dagang utama Indonesia pada kuartal IV-2024. China tumbuh menguat secara year-on-year, tetapi melambat secara kumulatif. Ekonomi Amerika Serikat (AS) dan India tumbuh melambat, baik secara year-on-year maupun secara kumulatif. Singapura dan Malaysia tumbuh menguat, baik secara year-on-year maupun secara kumulatif tahunan. Sementara itu, Korea Selatan tumbuh melambat secara year-on-year, namun tumbuh menguat secara kumulatif.
"Dengan gambaran tersebut, dapat kita simpulkan bahwa ekonomi beberapa negara mitra dagang utama Indonesia tetap tumbuh, walaupun di tengah pertumbuhan ekonomi global yang penuh tantangan di 2024," tuturnya.
Adaptasi Kebijakan Fiskal di Era Digital
Menanggapi data tersebut, ekonom Budi Sudarsono menekankan pentingnya adaptasi kebijakan fiskal di era digital. Menurutnya, pemerintah perlu memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi pengumpulan pajak, memperluas basis pajak, dan memastikan alokasi anggaran yang lebih tepat sasaran.
Selain itu, kebijakan fiskal juga perlu diarahkan untuk mendukung pengembangan sektor digital, termasuk investasi dalam infrastruktur digital, peningkatan keterampilan digital tenaga kerja, dan penciptaan ekosistem inovasi yang kondusif.
Dengan adaptasi yang tepat, kebijakan fiskal dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di era digital.
Sumber: finance.detik.com