Sosial & Budaya 15 Jun 2025, 04:56

Kontroversi Rancangan Undang-Undang Kebudayaan: Seniman Ajukan Petisi Penolakan

Kontroversi Rancangan Undang-Undang Kebudayaan: Seniman Ajukan Petisi Penolakan Jakarta – Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan tengah menjadi sorotan tajam di kalangan seniman Indonesia. Pasalnya,...

Kontroversi Rancangan Undang-Undang Kebudayaan: Seniman Ajukan Petisi Penolakan

Jakarta – Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan tengah menjadi sorotan tajam di kalangan seniman Indonesia. Pasalnya, RUU yang diharapkan dapat melindungi dan mengembangkan kebudayaan nasional ini justru menuai kekhawatiran akan adanya pembatasan kreativitas dan intervensi pemerintah dalam dunia seni. Sebagai bentuk protes, sejumlah seniman meluncurkan petisi online yang menuntut revisi total terhadap RUU tersebut.

Petisi yang diinisiasi oleh sejumlah tokoh seni dan budaya ini telah mengumpulkan ribuan tanda tangan dalam waktu singkat. Para seniman yang tergabung dalam gerakan ini menyuarakan kekhawatiran bahwa RUU Kebudayaan, dalam bentuknya saat ini, berpotensi menghambat kebebasan berekspresi dan berkreasi. Mereka menilai bahwa beberapa pasal dalam RUU tersebut memberikan terlalu banyak kewenangan kepada pemerintah untuk mengatur dan mengontrol kegiatan seni dan budaya.

Salah satu poin yang menjadi perhatian utama adalah pasal-pasal yang mengatur tentang perizinan dan sensor terhadap karya seni. Para seniman khawatir bahwa pasal-pasal ini dapat digunakan untuk membungkam karya-karya yang dianggap kritis atau kontroversial. Selain itu, mereka juga mengkritik pasal-pasal yang mengatur tentang pendanaan seni dan budaya, yang dinilai tidak transparan dan berpotensi menimbulkan praktik korupsi.

"Kami tidak ingin pemerintah terlalu jauh mencampuri urusan seni dan budaya," ujar salah seorang seniman yang enggan disebutkan namanya. "Seni itu harus bebas dan independen. Jika pemerintah terlalu banyak mengatur, maka kreativitas akan mati."

Para seniman juga menyoroti kurangnya pelibatan aktif dari pelaku seni dan budaya dalam proses penyusunan RUU Kebudayaan. Mereka merasa bahwa suara dan aspirasi mereka tidak didengar oleh para pembuat kebijakan. Oleh karena itu, mereka menuntut agar pemerintah membuka ruang dialog yang lebih luas dan melibatkan seniman dan budayawan dalam proses revisi RUU tersebut.

Menanggapi protes dari para seniman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan bahwa RUU Kebudayaan bertujuan untuk melindungi dan mengembangkan kebudayaan nasional, bukan untuk membatasi kreativitas. Kemendikbud juga membantah tudingan bahwa RUU tersebut memberikan terlalu banyak kewenangan kepada pemerintah.

"RUU Kebudayaan ini justru akan memberikan payung hukum yang lebih kuat bagi pelestarian dan pengembangan kebudayaan kita," ujar seorang juru bicara Kemendikbud. "Kami terbuka untuk menerima masukan dari para seniman dan budayawan untuk menyempurnakan RUU ini."

Namun, pernyataan dari Kemendikbud tersebut tidak serta merta meredakan kekhawatiran para seniman. Mereka tetap bersikukuh untuk menuntut revisi total terhadap RUU Kebudayaan. Mereka berencana untuk terus melakukan aksi-aksi protes dan kampanye publik untuk menyuarakan aspirasi mereka.

Kontroversi RUU Kebudayaan ini menunjukkan betapa pentingnya dialog dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan. Pemerintah perlu mendengarkan suara dan aspirasi dari para pelaku seni dan budaya agar RUU Kebudayaan benar-benar dapat menjadi landasan yang kuat bagi kemajuan kebudayaan nasional, tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi dan berkreasi.

Saat ini, petisi online penolakan RUU Kebudayaan masih terus bergulir. Para seniman berharap agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah konkret untuk merespons tuntutan mereka dan membuka ruang dialog yang konstruktif. Masa depan kebudayaan Indonesia kini berada di tangan para pembuat kebijakan dan para pelaku seni dan budaya.

Sumber: news.detik.com