Politik & Hukum 16 Jul 2025, 16:54

Istana: Hari Kebudayaan 17 Oktober masukan budayawan, bukan cocoklogi

Istana: Penetapan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Berdasarkan Masukan Budayawan, Bukan 'Cocoklogi' Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia secara resmi menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Ke...

Istana: Penetapan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Berdasarkan Masukan Budayawan, Bukan 'Cocoklogi'

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia secara resmi menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menegaskan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan masukan dari para budayawan, seniman, dan pelaku tradisi, bukan semata-mata hasil "cocoklogi".

Hasan menjelaskan bahwa penetapan Hari Kebudayaan ini merupakan respons terhadap aspirasi dari kalangan budayawan yang merasa perlu adanya momentum khusus untuk mengapresiasi peran penting kebudayaan dalam pembangunan bangsa.

"Hasil komunikasi kita dengan Kementerian Kebudayaan, bahwa ini merupakan masukan dari para budayawan, para pekerja seni, tradisi, yang merasa penting untuk ditetapkan sebuah tanggal sebagai hari kebudayaan untuk mengapresiasi para budayawan, tradisi, pelaku seni tradisi supaya juga tidak hanya sekedar diingat, tapi juga mendapatkan tempat dalam keberlanjutan pembangunan bangsa kita," ujar Hasan dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu.

Menurut Hasan, penetapan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan juga didasarkan pada kajian historis yang mendalam. Tanggal tersebut merujuk pada terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara. Peraturan ini menetapkan lambang negara Garuda Pancasila sekaligus mengukuhkan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lambang negara. Pemerintah menilai momen ini sebagai puncak pengakuan terhadap kemajemukan budaya Indonesia.

"Menurut kajian yang disampaikan ke Kementerian Kebudayaan, inilah puncak pengakuan terhadap keberagaman kita sebagai bangsa yang plural, termasuk juga keberagaman budaya kita, dan ini yang dijadikan alasan," imbuh Hasan.

Proses penetapan Hari Kebudayaan ini melibatkan berbagai pertimbangan. Beberapa tanggal lain sempat diusulkan, seperti 2 Mei dan 20 Mei. Namun, akhirnya 17 Oktober dipilih karena tidak beririsan dengan peringatan nasional lainnya dan memiliki dasar historis yang kuat.

Hasan juga menepis anggapan bahwa pemilihan tanggal ini didasarkan pada "cocoklogi". Ia menegaskan bahwa keputusan ini merupakan hasil pertimbangan hukum, sejarah, dan masukan dari masyarakat kebudayaan.

"Orang yang memperingati 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan, boleh. Orang yang memperingati 17 Oktober sebagai hari lahirnya seseorang juga, juga boleh. Jadi kita mulai belajar lah menghindar dari 'cocoklogi' dan 'otak-atik ghatuk'," tegas Hasan.

Dengan ditetapkannya 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan, diharapkan kesadaran dan apresiasi terhadap kebudayaan Indonesia semakin meningkat. Pemerintah berharap momentum ini dapat menjadi pengingat akan pentingnya melestarikan dan mengembangkan kebudayaan sebagai bagian integral dari identitas bangsa. Selain itu, Hari Kebudayaan juga diharapkan dapat menjadi wadah bagi para budayawan, seniman, dan pelaku tradisi untuk terus berkarya dan memberikan kontribusi positif bagi pembangunan bangsa.

Penetapan Hari Kebudayaan ini juga menjadi bukti komitmen pemerintah dalam mendukung dan memajukan sektor kebudayaan di Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa kebudayaan merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya dan perlu dijaga serta dilestarikan untuk generasi mendatang.

Dengan adanya Hari Kebudayaan, diharapkan masyarakat Indonesia semakin bangga dengan kebudayaan sendiri dan terdorong untuk turut serta dalam melestarikan serta mengembangkannya. Kebudayaan yang beragam dan kaya merupakan identitas bangsa yang harus terus dijaga dan diwariskan kepada generasi penerus.

Sumber: antaranews.com