Gelar Perkara Khusus Kasus Ijazah Jokowi, Roy Suryo Ingin Empat Hal Ini Dikoreksi
Gelar Perkara Khusus Kasus Ijazah Jokowi, Roy Suryo Ingin Empat Hal Ini Dikoreksi Jakarta, TEMPO.CO - Pakar telematika Roy Suryo menyoroti sejumlah poin penting dalam gelar perkara khusus terkait duga...
Gelar Perkara Khusus Kasus Ijazah Jokowi, Roy Suryo Ingin Empat Hal Ini Dikoreksi
Jakarta, TEMPO.CO - Pakar telematika Roy Suryo menyoroti sejumlah poin penting dalam gelar perkara khusus terkait dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo. Gelar perkara ini rencananya akan diselenggarakan oleh Bareskrim Polri pada hari ini, Rabu, 9 Juli 2025, di Jakarta.
Roy Suryo menyatakan harapannya agar gelar perkara khusus ini dapat mengoreksi berbagai kesalahan yang terjadi pada gelar perkara sebelumnya yang dilaksanakan pada 22 Mei 2025. "Ya, insya Allah Gelar Perkara Khusus (GPK) bisa mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi saat gelar perkara sebelumnya, yakni pada 22 Mei 2025 lalu, yang banyak sekali eror," ujarnya saat dihubungi pada Selasa, 8 Juli 2025.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga ini secara spesifik menyoroti empat aspek yang perlu diperhatikan dalam gelar perkara tersebut, yaitu tahun pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Jokowi, lembar pembayaran SPP, formulir heregistrasi, dan kejelasan keterangan mengenai identifikasi ijazah Jokowi, termasuk perbedaan antara identik dan otentik.
Sebelumnya, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) selaku pelapor, telah menolak hasil gelar perkara yang diumumkan oleh Bareskrim karena merasa tidak dilibatkan dalam prosesnya. Mereka kemudian mengajukan permintaan untuk diadakan gelar perkara khusus.
Wakil Ketua TPUA Rizal Fadillah menjelaskan bahwa permintaan gelar perkara khusus ini diajukan bersamaan dengan pengajuan keberatan atas pengumuman penghentian penyelidikan oleh Dirtipidum Bareskrim Mabes Polri. Keberatan TPUA mencakup prosedur penyelidikan yang dinilai tidak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. Selain itu, mereka juga menilai konten pembuktian yang ada tidak sesuai dengan fakta hukum, tidak jelas, dan bias.
"TPUA menganggap gelar perkara penyelidik cacat hukum karena tidak melibatkan TPUA sebagai pelapor. Bertentangan dengan prinsip integrated criminal justice system yang dianut di Indonesia bahkan dunia," tegas Rizal pada Selasa.
Sebagai informasi, Bareskrim Polri sebelumnya telah menghentikan penyelidikan atas laporan dugaan penggunaan ijazah palsu oleh mantan Presiden Jokowi. Keputusan ini diambil setelah tim penyidik tidak menemukan adanya unsur tindak pidana dalam perkara tersebut.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa ijazah Jokowi identik dengan tiga ijazah rekan Jokowi yang sama-sama kuliah di Fakultas Kehutanan UGM. "Dari penelitian laboratorium dan uji pembanding, disimpulkan antara bukti dan pembanding adalah identik. Atau berasal dari satu produk yang sama," ungkapnya pada Kamis, 22 Mei 2025.
Djuhandhani menambahkan bahwa penyelidik telah memperoleh dokumen asli ijazah sarjana mantan Presiden Joko Widodo saat lulus dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. "Nomor 1120 atas nama Joko Widodo dengan NIM 1681 KT Fakultas Kehutanan UGM pada tanggal 5 November 1985," jelasnya.
Dokumen ijazah Jokowi tersebut kemudian diuji secara laboratoris dengan sampel pembanding berupa ijazah dari tiga rekan yang menempuh perkuliahan di Fakultas Kehutanan UGM pada periode yang sama. Uji pembanding meliputi analisis bahan kertas, pengaman kertas, teknik cetak, tinta tulisan, cap stempel, dan tinta tanda tangan milik dekan dan rektor.
Dengan digelarnya gelar perkara khusus ini, diharapkan dapat memberikan kejelasan dan keadilan dalam penanganan kasus dugaan ijazah palsu yang melibatkan mantan Presiden Joko Widodo. Pihak-pihak terkait berharap agar proses ini dapat berjalan transparan dan objektif, sehingga menghasilkan keputusan yang berkeadilan bagi semua pihak.
Sumber: tempo.co