Opini & Editorial 10 Jun 2025, 16:39

Editorial Tempo: RUU Keamanan Siber: Antara Perlindungan Data dan Potensi Pembatasan Kebebasan

RUU Keamanan Siber: Antara Perlindungan Data dan Ancaman Pembatasan Kebebasan (Jakarta) - Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Siber tengah menjadi sorotan publik. Editorial Tempo edisi terbaru meng...

RUU Keamanan Siber: Antara Perlindungan Data dan Ancaman Pembatasan Kebebasan (Jakarta) -

Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Siber tengah menjadi sorotan publik. Editorial Tempo edisi terbaru mengupas secara mendalam kontroversi yang menyelimuti RUU tersebut. Di satu sisi, RUU ini diharapkan dapat melindungi data pribadi masyarakat dan infrastruktur kritikal negara dari ancaman serangan siber yang semakin canggih. Namun, di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa RUU ini berpotensi membatasi kebebasan berekspresi dan akses informasi yang selama ini dinikmati masyarakat.

"RUU Keamanan Siber ini bagaikan dua mata pisau," tulis Tempo dalam editorialnya. "Satu sisi menawarkan perlindungan, sisi lain mengintai kebebasan."

Urgensi Perlindungan Data di Era Digital

Latar belakang lahirnya RUU Keamanan Siber tidak bisa dilepaskan dari meningkatnya ancaman kejahatan siber di era digital. Serangan ransomware, pencurian data pribadi, penyebaran hoaks, dan disinformasi menjadi momok yang menghantui masyarakat dan pemerintah. Kerugian ekonomi akibat kejahatan siber juga tidak sedikit. Oleh karena itu, kehadiran payung hukum yang kuat dinilai mendesak untuk melindungi kepentingan nasional dan masyarakat dari ancaman tersebut.

RUU Keamanan Siber diharapkan dapat memberikan landasan hukum yang jelas bagi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif. Selain itu, RUU ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keamanan siber dan mendorong partisipasi aktif dalam menjaga keamanan ruang siber Indonesia.

Kekhawatiran akan Pembatasan Kebebasan

Namun, kekhawatiran akan potensi pembatasan kebebasan menjadi isu krusial yang perlu dicermati. Beberapa pasal dalam RUU Keamanan Siber dinilai terlalu karet dan berpotensi disalahgunakan untuk membungkam kritik atau membatasi akses informasi yang dianggap merugikan pemerintah.

Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah pasal tentang "informasi elektronik yang meresahkan masyarakat." Pasal ini dikhawatirkan dapat digunakan untuk mengkriminalisasi ekspresi pendapat yang berbeda atau kritik terhadap kebijakan pemerintah. Selain itu, pasal tentang "pemblokiran konten" juga menimbulkan kekhawatiran akan sensor informasi dan pembatasan akses terhadap situs web atau platform media sosial.

Keseimbangan antara Keamanan dan Kebebasan

Tempo menekankan pentingnya mencari keseimbangan antara kebutuhan untuk melindungi keamanan siber dengan jaminan kebebasan berekspresi dan akses informasi. RUU Keamanan Siber harus dirumuskan secara cermat dan transparan, dengan melibatkan partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil, akademisi, dan praktisi hukum.

"Jangan sampai semangat untuk melindungi data pribadi justru mengorbankan kebebasan yang menjadi fondasi demokrasi," tegas Tempo.

Proses pembahasan RUU Keamanan Siber di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi momentum penting untuk memastikan bahwa RUU ini benar-benar bermanfaat bagi kepentingan nasional dan masyarakat, tanpa mengorbankan nilai-nilai demokrasi dan kebebasan. DPR diharapkan dapat mendengarkan masukan dari berbagai pihak dan melakukan revisi yang diperlukan untuk mengatasi kekhawatiran yang muncul.

Ke depan, pemerintah dan DPR perlu menjamin bahwa implementasi RUU Keamanan Siber dilakukan secara profesional dan akuntabel, dengan menghormati hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi. Pengawasan yang ketat dari masyarakat sipil juga diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa RUU ini tidak digunakan untuk membungkam kritik atau membatasi kebebasan.

Dengan demikian, RUU Keamanan Siber dapat menjadi instrumen yang efektif untuk melindungi data dan infrastruktur kritikal negara, sekaligus menjaga kebebasan berekspresi dan akses informasi yang menjadi hak setiap warga negara.

Sumber: majalah.tempo.co