Opini & Editorial 08 Jul 2025, 23:01

Editorial Republika: Momentum Revisi UU ITE: Menuju Ruang Digital yang Lebih Sehat dan Demokratis

Editorial Republika: Momentum Revisi UU ITE: Menuju Ruang Digital yang Lebih Sehat dan Demokratis JAKARTA – Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kembali menjadi sorotan utama. Mom...

Editorial Republika: Momentum Revisi UU ITE: Menuju Ruang Digital yang Lebih Sehat dan Demokratis

JAKARTA – Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kembali menjadi sorotan utama. Momentum revisi UU ITE yang tengah bergulir diharapkan menjadi tonggak penting dalam menciptakan ruang digital yang lebih sehat, demokratis, dan berkeadilan bagi seluruh warga negara Indonesia. Revisi ini dipandang krusial untuk menyeimbangkan antara kebebasan berekspresi dengan perlindungan hak-hak sipil di dunia maya.

UU ITE, sejak awal kemunculannya, kerap menuai kritik karena dianggap multitafsir dan berpotensi mengkriminalisasi aktivitas yang seharusnya dilindungi sebagai bagian dari kebebasan berpendapat. Sejumlah kasus yang melibatkan pasal-pasal karet dalam UU ITE telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat sipil, jurnalis, dan aktivis. Mereka menilai, UU ini justru menjadi alat untuk membungkam kritik dan menghambat partisipasi publik dalamDiskursus digital.

"Revisi UU ITE adalah kesempatan emas untuk memperbaiki berbagai celah yang selama ini menjadi sumber masalah," ujar seorang pengamat hukum media dari Universitas Indonesia, Dr. Heru Sutadi, Selasa (8/7/2025). "Kita harus memastikan bahwa UU ini tidak lagi menjadi alat represif, tetapi justru menjadi instrumen untuk melindungi hak-hak digital warga negara."

Proses revisi UU ITE ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, parlemen, akademisi, organisasi masyarakat sipil, hingga perwakilan dari industri teknologi. Keterlibatan multi-pihak ini diharapkan dapat menghasilkan rumusan yang komprehensif dan mengakomodasi berbagai kepentingan.

Salah satu poin krusial dalam revisi ini adalah penghapusan atau perumusan ulang pasal-pasal yang dianggap karet dan berpotensi disalahgunakan. Pasal-pasal seperti pencemaran nama baik, ujaran kebencian, dan berita bohong (hoaks) menjadi fokus utama untuk diperjelas definisinya agar tidak menimbulkan interpretasi yang bias dan subjektif.

Selain itu, revisi ini juga harus mempertimbangkan perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat. Munculnya platform media sosial, aplikasi pesan instan, dan berbagai bentuk komunikasi digital lainnya menuntut adanya regulasi yang adaptif dan relevan. UU ITE yang baru diharapkan dapat menjangkau berbagai platform digital tanpa menghambat inovasi dan kreativitas.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), menyatakan komitmennya untuk mengawal proses revisi ini secara transparan dan partisipatif. "Kami ingin memastikan bahwa revisi UU ITE ini benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat dan sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi," kata Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi, dalam sebuah pernyataan resmi.

Namun demikian, tantangan dalam merevisi UU ITE tidaklah mudah. Perbedaan pandangan dan kepentingan antara berbagai pihak yang terlibat dapat menjadi hambatan dalam mencapai konsensus. Oleh karena itu, dibutuhkan dialog yang konstruktif dan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk menghasilkan UU ITE yang lebih baik.

Di sisi lain, masyarakat juga memiliki peran penting dalam mengawal proses revisi ini. Melalui partisipasi aktif dalam diskusi publik, memberikan masukan kepada para pembuat kebijakan, dan mengawasi jalannya revisi, masyarakat dapat memastikan bahwa UU ITE yang baru benar-benar berpihak pada kepentingan publik.

Revisi UU ITE ini bukan hanya sekadar perubahan pasal-pasal, tetapi juga merupakan momentum untuk membangun budaya digital yang lebih sehat dan bertanggung jawab. Pendidikan literasi digital, peningkatan kesadaran hukum, dan penegakan hukum yang adil adalah kunci untuk menciptakan ekosistem digital yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan partisipasi publik.

Sebagai penutup, revisi UU ITE adalah sebuah proses yang kompleks dan membutuhkan kerjasama dari semua pihak. Dengan semangat gotong royong dan komitmen untuk mewujudkan ruang digital yang lebih baik, Indonesia dapat menghasilkan UU ITE yang adil, berimbang, dan relevan dengan perkembangan zaman. Ruang digital yang sehat dan demokratis adalah fondasi penting bagi kemajuan bangsa dan negara di era informasi ini.

Sumber: news.republika.co.id