Opini & Editorial 18 Jun 2025, 15:31

Editorial Republika: Demokrasi dan Polarisasi: Mencari Titik Temu di Tahun Politik

Editorial Republika: Demokrasi dan Polarisasi: Mencari Titik Temu di Tahun Politik JAKARTA – Menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2025, isu polarisasi menjadi perhatian serius di berbagai kalangan. Polar...

Editorial Republika: Demokrasi dan Polarisasi: Mencari Titik Temu di Tahun Politik

JAKARTA – Menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2025, isu polarisasi menjadi perhatian serius di berbagai kalangan. Polarisasi, atau pembelahan masyarakat berdasarkan perbedaan pandangan politik, ideologi, atau identitas, dinilai dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Editorial Republika pada Rabu, 19 Juni 2025, menyoroti pentingnya dialog dan toleransi sebagai solusi untuk meredam polarisasi di tahun politik ini.

Polarisasi dapat muncul akibat berbagai faktor, seperti perbedaan kepentingan politik, penyebaran informasi yang tidak akurat atau bias, serta penggunaan media sosial yang tidak bijak. Dampak polarisasi bisa sangat merugikan, mulai dari meningkatnya ketegangan sosial, sulitnya mencapai konsensus dalam kebijakan publik, hingga potensi terjadinya konflik horizontal.

Dalam konteks Indonesia, polarisasi seringkali dipicu oleh isu-isu identitas, seperti agama, etnis, atau ras. Hal ini diperparah dengan penyebaran berita bohong (hoaks) dan ujaran kebencian (hate speech) di media sosial, yang dapat memprovokasi emosi dan memperkeruh suasana.

Menyadari bahaya polarisasi, Republika menyerukan kepada seluruh elemen bangsa untuk mengedepankan dialog dan toleransi. Dialog merupakan cara efektif untuk memahami perbedaan pandangan, mencari titik temu, dan membangun kesepahaman bersama. Toleransi, di sisi lain, merupakan sikap menghargai dan menghormati perbedaan, tanpa harus menyetujui atau menerima semua pandangan yang berbeda.

“Dialog dan toleransi adalah kunci untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di tengah perbedaan pandangan politik,” tulis Republika dalam editorialnya.

Selain dialog dan toleransi, Republika juga menekankan pentingnya peran tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh politik dalam meredam polarisasi. Para tokoh ini memiliki pengaruh besar di masyarakat dan dapat menjadi agen perubahan yang positif. Mereka diharapkan dapat memberikan contoh yang baik dalam berdialog, menghargai perbedaan, dan menolak segala bentuk ujaran kebencian.

“Tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh politik memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga kerukunan dan persatuan bangsa,” lanjut Republika.

Republika juga mengimbau kepada masyarakat untuk lebih cerdas dan bijak dalam menggunakan media sosial. Masyarakat diharapkan dapat memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya, menghindari penyebaran hoaks dan ujaran kebencian, serta menggunakan media sosial untuk membangun dialog yang konstruktif.

“Media sosial harus digunakan sebagai sarana untuk mempererat silaturahmi dan membangun dialog yang positif, bukan untuk menyebarkan kebencian dan permusuhan,” tegas Republika.

Menjelang Pemilu 2025, polarisasi menjadi tantangan serius yang harus dihadapi bersama. Dengan mengedepankan dialog, toleransi, dan penggunaan media sosial yang bijak, diharapkan polarisasi dapat diredam dan persatuan serta kesatuan bangsa dapat tetap terjaga. Pemilu yang damai dan berkualitas hanya dapat terwujud jika seluruh elemen bangsa bersatu padu dalam semangat kebersamaan dan gotong royong.

Sebagai penutup, Republika mengajak seluruh masyarakat untuk menjadikan Pemilu 2025 sebagai momentum untuk memperkuat demokrasi dan mempererat tali persaudaraan. Perbedaan pandangan politik adalah hal yang wajar dalam demokrasi, namun perbedaan tersebut tidak boleh menjadi alasan untuk saling membenci dan bermusuhan. Mari kita jadikan Pemilu 2025 sebagai pesta demokrasi yang aman, damai, dan bermartabat.

Sumber: news.republika.co.id