Editorial: Menjaga Kualitas Demokrasi di Era Disinformasi
Editorial: Menjaga Kualitas Demokrasi di Era Disinformasi REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di era digital yang serba cepat ini, arus informasi mengalir deras tanpa henti. Namun, di balik kemudahan akses inf...
Editorial: Menjaga Kualitas Demokrasi di Era Disinformasi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di era digital yang serba cepat ini, arus informasi mengalir deras tanpa henti. Namun, di balik kemudahan akses informasi, tersimpan ancaman laten berupa disinformasi yang dapat menggerogoti fondasi demokrasi. Disinformasi, atau penyebaran informasi yang salah dan menyesatkan, menjadi tantangan serius yang perlu diatasi bersama.
Lalu, bagaimana cara menjaga kualitas demokrasi di tengah gempuran disinformasi? Republika.co.id menyoroti bahwa kunci utama terletak pada pendidikan literasi media, penegakan hukum yang tegas terhadap penyebar berita palsu, dan peran aktif masyarakat sipil.
Pendidikan literasi media menjadi garda terdepan dalam melawan disinformasi. Masyarakat perlu dibekali kemampuan untuk memilah dan memilih informasi yang kredibel, serta mengenali ciri-ciri berita palsu. Kemampuan ini akan membentengi masyarakat dari paparan informasi yang menyesatkan dan berpotensi memecah belah.
Quraish Shihab, seorang cendekiawan Muslim terkemuka, juga mengimbau masyarakat untuk selektif dalam menggunakan informasi dari Artificial Intelligence (AI). Hal ini menunjukkan bahwa literasi media tidak hanya terbatas pada media konvensional, tetapi juga mencakup pemahaman tentang bagaimana informasi diproduksi dan disebarkan melalui platform digital.
Selain pendidikan literasi media, penegakan hukum yang tegas terhadap penyebar berita palsu juga menjadi krusial. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, sehingga memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah penyebaran disinformasi yang lebih luas.
Namun, penegakan hukum saja tidak cukup. Peran aktif masyarakat sipil juga sangat dibutuhkan. Masyarakat sipil dapat berperan sebagai pengawas independen yang memantau dan melaporkan penyebaran disinformasi. Selain itu, masyarakat sipil juga dapat menginisiasi program-program edukasi dan sosialisasi tentang bahaya disinformasi.
Kasus-Kasus Terkini yang Menjadi Sorotan
Beberapa peristiwa terkini menunjukkan betapa pentingnya upaya menjaga kualitas demokrasi di era disinformasi. Kasus penyebaran loker SPG fiktif di media sosial yang berujung pada pelecehan seksual menjadi contoh bagaimana disinformasi dapat dimanfaatkan untuk tujuan jahat. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pun turut angkat bicara mengenai kasus ini, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah disinformasi.
Selain itu, kasus ditemukannya unsur babi dalam Ayam Goreng Widuri oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) juga menyoroti pentingnya verifikasi informasi sebelum mempercayainya. Informasi yang tidak akurat dapat menimbulkan keresahan dan merugikan masyarakat.
Di sisi lain, dunia internasional juga tidak luput dari ancaman disinformasi. Beijing menuding Kelompok G7 memanipulasi isu terkait China. Konflik Iran-Israel juga menjadi lahan subur bagi penyebaran informasi yang bias dan provokatif. Muhammadiyah bahkan menyerukan penghentian genosida Israel di Gaza, menunjukkan bagaimana konflik dapat dipolitisasi melalui disinformasi.
Peran Media Massa yang Bertanggung Jawab
Dalam menghadapi tantangan disinformasi, media massa memiliki peran yang sangat penting. Media massa harus menjunjung tinggi kode etik jurnalistik, menyajikan informasi yang akurat dan berimbang, serta menghindari penyebaran berita palsu. Media massa juga dapat berperan sebagai agen edukasi yang memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya disinformasi.
Republika.co.id, sebagai salah satu media massa di Indonesia, berkomitmen untuk menyajikan informasi yang akurat, berimbang, dan terpercaya. Kami percaya bahwa informasi yang berkualitas adalah fondasi bagi demokrasi yang sehat.
Kesimpulan
Menjaga kualitas demokrasi di era disinformasi adalah tanggung jawab kita bersama. Pendidikan literasi media, penegakan hukum yang tegas, peran aktif masyarakat sipil, dan media massa yang bertanggung jawab adalah pilar-pilar utama dalam melawan disinformasi. Dengan kerjasama yang solid, kita dapat mewujudkan demokrasi yang berkualitas dan melindungi masyarakat dari ancaman disinformasi. Mari kita jaga demokrasi kita dari rongrongan disinformasi.
Sumber: republika.co.id