Diskusi Nasional: Evaluasi Sistem Pemilu Proporsional Terbuka vs Tertutup
Diskusi Nasional: Evaluasi Sistem Pemilu Proporsional Terbuka vs Tertutup JAKARTA, 15 Juni 2025 – Perdebatan mengenai sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka dan tertutup kembali mencuat k...
Diskusi Nasional: Evaluasi Sistem Pemilu Proporsional Terbuka vs Tertutup
JAKARTA, 15 Juni 2025 – Perdebatan mengenai sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka dan tertutup kembali mencuat ke permukaan. Sejumlah akademisi dan politisi berkumpul dalam sebuah diskusi nasional untuk mengevaluasi secara komprehensif kelebihan serta kekurangan dari masing-masing sistem tersebut. Diskusi ini bertujuan untuk memberikan masukan konstruktif bagi perbaikan sistem pemilu di Indonesia.
Acara yang digelar di Jakarta ini menghadirkan berbagai narasumber dari kalangan ahli hukum tata negara, ilmuwan politik, serta perwakilan partai politik. Para peserta aktif berdiskusi, menyampaikan pandangan, dan memberikan analisis mendalam mengenai dampak dari penerapan sistem proporsional terbuka maupun tertutup.
Sistem proporsional terbuka, yang saat ini diterapkan di Indonesia, memungkinkan pemilih untuk memilih langsung kandidat legislatif yang mereka inginkan. Di sisi lain, sistem proporsional tertutup memberikan kewenangan kepada partai politik untuk menentukan urutan kandidat yang akan terpilih berdasarkan nomor urut yang telah ditetapkan.
Salah seorang peserta diskusi, seorang ahli hukum tata negara dari Universitas Indonesia, menyatakan, "Sistem proporsional terbuka memberikan ruang yang lebih besar bagi pemilih untuk menentukan siapa yang akan mewakili mereka di parlemen. Namun, hal ini juga dapat memicu persaingan internal yang tidak sehat di antara kandidat dalam satu partai."
Sementara itu, seorang politisi dari salah satu partai besar di Indonesia berpendapat, "Sistem proporsional tertutup memungkinkan partai untuk memiliki kendali yang lebih besar dalam menentukan kualitas dan integritas anggota legislatif yang terpilih. Namun, hal ini juga dapat membatasi hak pemilih untuk memilih kandidat yang mereka percaya."
Diskusi ini juga menyoroti beberapa permasalahan yang muncul akibat penerapan sistem proporsional terbuka, seperti praktik politik uang, kampanye hitam, dan kurangnya representasi perempuan serta kelompok minoritas di parlemen. Beberapa peserta mengusulkan agar sistem proporsional terbuka dievaluasi secara menyeluruh dan diperbaiki untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
"Kita perlu mencari solusi untuk mengatasi dampak negatif dari sistem proporsional terbuka, seperti politik uang dan kampanye hitam. Salah satu caranya adalah dengan memperketat pengawasan terhadap dana kampanye dan memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku pelanggaran," ujar seorang pengamat politik dari sebuah lembaga swadaya masyarakat.
Selain itu, diskusi ini juga membahas mengenai kemungkinan penerapan sistem proporsional campuran, yang menggabungkan unsur-unsur dari sistem terbuka dan tertutup. Sistem ini dianggap dapat menjadi solusi tengah yang dapat mengakomodasi kepentingan berbagai pihak.
"Sistem proporsional campuran dapat menjadi opsi yang menarik karena menggabungkan kelebihan dari sistem terbuka dan tertutup. Namun, perlu dilakukan kajian yang mendalam mengenai implementasinya agar tidak menimbulkan masalah baru," kata seorang peserta diskusi dari kalangan akademisi.
Diskusi nasional ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perbaikan sistem pemilu di Indonesia. Hasil dari diskusi ini akan dirangkum dan diserahkan kepada pihak-pihak terkait, seperti pemerintah, parlemen, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan terkait pemilu.
Sebagai penutup, diskusi ini menekankan pentingnya partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat dalam proses perbaikan sistem pemilu. Dengan demikian, diharapkan pemilu di Indonesia dapat menjadi lebih berkualitas, transparan, dan akuntabel, serta menghasilkan wakil-wakil rakyat yang benar-benar memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Sumber: news.republika.co.id