Opini & Editorial 16 Jun 2025, 07:13

Analisis Kebijakan: Dampak Otomatisasi pada Pasar Tenaga Kerja Indonesia - Kolom dari Prof. Sri Mulyani

Analisis Kebijakan: Dampak Otomatisasi pada Pasar Tenaga Kerja Indonesia - Kolom dari Prof. Sri Mulyani Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang otomatisasi yang semakin deras menerjang berbagai sektor ind...

Analisis Kebijakan: Dampak Otomatisasi pada Pasar Tenaga Kerja Indonesia - Kolom dari Prof. Sri Mulyani

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang otomatisasi yang semakin deras menerjang berbagai sektor industri di Indonesia menimbulkan kekhawatiran sekaligus peluang baru bagi pasar tenaga kerja. Prof. Sri Mulyani Indrawati, seorang pakar ekonomi terkemuka, menyoroti implikasi mendalam dari fenomena ini dalam analisis kebijakannya. Beliau menekankan perlunya langkah-langkah strategis untuk mempersiapkan tenaga kerja Indonesia agar mampu bersaing dan beradaptasi dengan perubahan lanskap pekerjaan yang cepat.

Dalam analisisnya, Prof. Sri Mulyani menggarisbawahi bahwa otomatisasi, yang ditandai dengan penerapan teknologi canggih seperti robotika, kecerdasan buatan (AI), dan machine learning, akan mengubah jenis pekerjaan yang tersedia. Beberapa pekerjaan rutin dan manual berpotensi digantikan oleh mesin, sementara pekerjaan yang membutuhkan keterampilan kognitif, kreativitas, dan kemampuan interpersonal akan semakin dicari.

"Otomatisasi bukan hanya ancaman, tetapi juga peluang. Jika kita mampu mempersiapkan tenaga kerja kita dengan keterampilan yang relevan, kita dapat menciptakan lapangan kerja baru yang lebih berkualitas dan meningkatkan produktivitas," ujar Prof. Sri Mulyani.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi Indonesia adalah kesenjangan keterampilan (skills gap) antara kebutuhan industri dan kemampuan tenaga kerja yang tersedia. Kurikulum pendidikan dan pelatihan yang ada dinilai belum sepenuhnya relevan dengan tuntutan pasar kerja yang terus berubah.

Prof. Sri Mulyani menekankan perlunya penyesuaian kurikulum pendidikan di semua tingkatan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, agar lebih fokus pada pengembangan keterampilan abad ke-21, seperti pemikiran kritis, problem solving, kolaborasi, dan kemampuan beradaptasi. Selain itu, pelatihan keterampilan (vocational training) juga perlu ditingkatkan agar tenaga kerja memiliki keterampilan teknis yang sesuai dengan kebutuhan industri.

"Investasi dalam pendidikan dan pelatihan adalah kunci untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja kita. Kita perlu memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses terhadap pendidikan dan pelatihan berkualitas yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja," kata Prof. Sri Mulyani.

Selain itu, Prof. Sri Mulyani juga menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi dan kewirausahaan. Pemerintah perlu memberikan insentif bagi perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi baru dan menciptakan lapangan kerja baru. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan dukungan bagi para pekerja yang terdampak otomatisasi, seperti program pelatihan ulang (reskilling) dan bantuan sosial.

"Pemerintah memiliki peran penting dalam memfasilitasi transisi tenaga kerja menuju ekonomi yang lebih digital. Kita perlu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inovasi dan kewirausahaan, serta memberikan dukungan bagi para pekerja yang membutuhkan bantuan," ujar Prof. Sri Mulyani.

Namun, upaya peningkatan keterampilan tenaga kerja dan penyesuaian kurikulum pendidikan bukan tanpa tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah keterbatasan anggaran dan infrastruktur. Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran yang cukup untuk pendidikan dan pelatihan, serta membangun infrastruktur yang memadai, seperti akses internet yang cepat dan terjangkau.

Selain itu, koordinasi antara pemerintah, industri, dan lembaga pendidikan juga sangat penting. Pemerintah perlu bekerja sama dengan industri untuk mengidentifikasi kebutuhan keterampilan yang paling mendesak, serta bekerja sama dengan lembaga pendidikan untuk mengembangkan program pelatihan yang relevan.

Dalam konteks global, Prof. Sri Mulyani juga menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam menghadapi tantangan otomatisasi. Negara-negara berkembang dapat belajar dari pengalaman negara-negara maju dalam mengelola dampak otomatisasi terhadap pasar tenaga kerja. Selain itu, kerja sama internasional juga dapat membantu negara-negara berkembang untuk mengakses teknologi dan pelatihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja.

Sebagai penutup, Prof. Sri Mulyani menekankan bahwa otomatisasi adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Namun, dengan persiapan yang matang dan langkah-langkah strategis, Indonesia dapat mengubah tantangan ini menjadi peluang untuk menciptakan lapangan kerja baru yang lebih berkualitas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan keterampilan tenaga kerja, penyesuaian kurikulum pendidikan, dan dukungan pemerintah adalah kunci untuk menghadapi dampak otomatisasi pada pasar tenaga kerja Indonesia.

Sumber: cnbcindonesia.com