Analis Politik: Isu Korupsi dan Nepotisme akan Jadi 'Amunisi' Utama Lawan Politik di Pilpres 2025
Analis Politik: Isu Korupsi dan Nepotisme akan Jadi 'Amunisi' Utama Lawan Politik di Pilpres 2025 Jakarta, CNN Indonesia - Gelombang kasus investasi bodong kembali mencuat di tengah masyarakat, dengan...
Analis Politik: Isu Korupsi dan Nepotisme akan Jadi 'Amunisi' Utama Lawan Politik di Pilpres 2025
Jakarta, CNN Indonesia - Gelombang kasus investasi bodong kembali mencuat di tengah masyarakat, dengan terungkapnya kasus "Lucky Star" yang merugikan 100 korban dengan total kerugian mencapai Rp15,6 miliar. Fenomena ini, menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, bukanlah hal baru dan menjadi sorotan tajam terkait efektivitas pemerintah dalam memberantas praktik ilegal ini. Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2025, isu korupsi dan nepotisme yang mencuat dari kasus-kasus seperti ini diprediksi akan menjadi "amunisi" utama bagi lawan politik untuk menyerang pemerintah.
Bhima Yudhistira mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambatnya respons pemerintah dalam menangani investasi bodong. Ia menilai bahwa kecepatan antara munculnya korban baru dengan upaya pemblokiran oleh pemerintah tidak seimbang.
"Kecepatan antara investasi bodong yang memakan korban baru dibandingkan dengan upaya pemerintah melakukan pemblokiran tidak seimbang," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (8/6).
Bhima menambahkan bahwa investasi ilegal sebenarnya mudah dideteksi karena menawarkan imbal hasil yang tidak wajar dan model bisnis yang mencurigakan. Oleh karena itu, seharusnya tindakan pemblokiran dan penindakan hukum dapat dilakukan dengan cepat.
Untuk mengatasi masalah ini, Bhima menyarankan agar pemerintah memanfaatkan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) untuk melacak investasi bodong, terutama yang menawarkan layanannya melalui internet dan media sosial. Menurutnya, pemblokiran rekening yang digunakan sebagai sarana pengumpulan dana juga merupakan langkah preventif yang efektif.
"Jangan hanya menampilkan list investasi ilegal karena investasi ilegal mudah berganti nama perusahaan atau produk," ungkap Bhima.
Selain itu, Bhima mengusulkan agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menempatkan agen yang menyamar sebagai calon peserta investasi bodong untuk mengetahui operasionalnya secara langsung. Jika ditemukan kejanggalan, tindakan pemblokiran dan pencabutan izin usaha harus segera dilakukan.
Sementara itu, Ketua Satgas Waspada Investasi Bodong, Tongam L Tobing, mengakui bahwa pihaknya menghadapi tantangan tersendiri dalam menangani investasi bodong. Salah satu tantangan utama adalah pelaku investasi bodong sangat mudah membuat situs baru atau mengubah nama perusahaan setelah diblokir.
"Misalnya saat ini Satgas Waspada Investasi melakukan pemblokiran, tapi dengan mudah mereka membuat yang baru atau mengubah nama," ujar Tongam.
Tongam juga menyoroti kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memeriksa legalitas sebelum berinvestasi. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi Satgas Waspada Investasi untuk terus melakukan edukasi kepada masyarakat.
"Ini sasaran kami untuk edukasi. Edukasi ke masyarakat merupakan prioritas utama Satgas," imbuh dia.
Satgas Waspada Investasi terus melakukan edukasi melalui webinar dan menyediakan layanan pengaduan bagi masyarakat. Mereka juga mengumumkan daftar investasi ilegal agar masyarakat tidak terjerat.
Tongam mengungkapkan bahwa "Lucky Star" telah masuk dalam daftar investasi bodong sejak September 2020 karena melakukan kegiatan perdagangan forex tanpa izin dengan imbal hasil yang sangat tinggi, yaitu 4 persen-6 persen per bulan.
"Imbal hasilnya 4 persen-6 persen per bulan," ucap Tongam.
Ia mengimbau masyarakat untuk selalu memeriksa legalitas dan imbal hasil sebelum melakukan investasi, terutama jika ditawarkan keuntungan yang tidak masuk akal.
Kasus investasi bodong "Lucky Star" menjadi pengingat bahwa isu korupsi dan praktik ilegal lainnya masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat. Pemerintah perlu meningkatkan upaya pencegahan dan penindakan, serta mengoptimalkan pemanfaatan teknologi untuk memberantas kejahatan ini. Di sisi lain, masyarakat juga perlu meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan agar tidak menjadi korban investasi bodong. Menjelang Pilpres 2025, isu-isu seperti ini akan terus menjadi sorotan dan dapat mempengaruhi opini publik terhadap pemerintah.
Sumber: cnnindonesia.com